Total Tayangan Halaman

Sabtu, 26 November 2016

Kebudayaan Hutan Sancang



Dalam peradaban tatar Sunda, Kabupaten Garut pada umumnya, khususnya wilayah Garut Selatan kurang begitu diperhatikan. Terlebih jika dikaitkan dengan kerajaan atau dengan isu penyebaran ajaran Islam. Sebab, dipungkiri ataupun tidak, di wilayah Kabupaten Garut tidak pernah berdiri kerajaan besar sekaliber Galuh Pakuan, Sumedang Larang, Pajajaran, Kasepuhan dan Banten. Akan tetapi, realitas tersebut tidak menutup kemungkinan kalau di wilayah Garut pernah berdiri kerajaan kecil yang dijadikan basis penyebaran agama Islam di wilayah Garut Selatan yang terjadi sekira awal abad ke 13.
 
Hutan/Leuweung Sancang

Berbicara tentang gunung, pikiran kita tertuju pada sebuah gunung cukup tinggi. Sebenarnya, Gunung Nagara bukanlah gunung dalam artian para pecinta alam. Ia lebih merupakan bukit yang memiliki keragaman flora cukup unik. Di tempat tersebut masih banyak terdapat pohon burahol, menyan, kananga, bintanu, kigaru, binong serta masih banyak jenis tumbuhan lainnya yang mungkin secara ilmiah belum dikenal, dan belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia. 


Kekayaan fauna juga dimiliki hutan Gunung Nagara. Kalau kebetulan, kita akan menemukan burung rangkong (Buceros rhinoceros) yang sedang asyik berduaan bersama pasangannya di atas pohon yang cukup tinggi. Tubuhnya yang cukup besar diperindah dengan mahkota. oranye di atas kepalanya. Bagi yang pertama kali menemukan burung ini, mungkin akan merasa aneh, sebab ketika burung tersebut akan terbang, biasanya memberi aba-aba dengan suara “gak” yang keras mirip suara monyet. Lantas, ketika sudah tinggal landas, kepakan sayapnya mengeluarkan suara yang dramatis. Selain burung Rangkong, masih terdapat hewan langka lainnya semisal kambing hutan, landak, kucing hutan, macan kumbang, walik, surili, dan beragam jenis kupu-kupu.

Secara geografis Gunung Nagara berada dikasawan Hutan (Leuweung dalam bahasa Sunda) Sancang 3. , ia terletak di wilayah Desa Sukanegara-Cisompet-Garut. Menuju daerah tersebut relatif gampang, dari terminal Garut kita hanya tinggal naik elf jurusan Pamengpeuk-Garut dengan membayar ongkos RP. 25.000,00, atau jika berangkat dari Bandung, kita tinggal naik bus tiga perempat jurusan Bandung-Pameungpeuk dengan membayar ongkos Rp 30.000,00 (Hasil survey harga Januari 2014). Kita minta diturunkan di Desa Sukanegara-Cisompet. Dari Desa Sukanegara, bukit gunung Nagara sudah tampak begitu jelas dan indah.

Bagi mereka yang baru mengunjungi tempat ini, bisa menemui Abah Olih (kuncen) untuk minta diantar. Perjalanan baru akan mendapat tantangan manakala kita mulai merayap mendaki jalanan setapak yang cukup terjal. Terkadang kita harus melewati jalanan yang kemiringannya mencapai 75 derajat, tidak akan dijumpai jalanan yang datar, kanan kiri jalan masih terdapat banyak pohon besar, sehingga walaupun kelelahan kita bisa beristirahat cukup santai. Perjalanan ini jika ditempuh dengan santai paling-paling memakan waktu sekira setengah jam. 
 
Sesampainya di puncak Gunung Nagara, secara langsung kita telah sampai di kompleks pemakaman. Tempat itu dikenal dengan pusaran ka hiji (kompleks pertama dikenal dengan nama Padepokan Gunung Nagara) yang di tempat ini terdapat dua puluh enam kuburan. Kuburan-kuburan tersebut relatif besar-besar. Setiap kuburan dihiasi batu “sakoja” dan batu nisan. Dinamai sakoja, karena batu tersebut berasal dari sungai Cikaso diambil dengan menggunakan koja (kantong). Kalau kita perhatikan secara seksama, komplek pekuburan tersebut tersusun secara rapi membentuk sebuah struktur organigram. Lima belas meter ke arah utara, terdapat kuburan yang dikenal dengan pusaran kadua. Di tempat ini hanya terdapat dua kuburan. Sekitar dua kilometer ke arah utara, terdapat kuburan yang dikenal dengan pusaran katilu yang hanya terdiri dari dua kuburan. Konon kabarnya, kuburan ini merupakan kuburan Embah Ageung Nagara dan patihnya.
 
Menurut Kepala Desa Sukanegara, tiga pusaran tersebut melambangkan Alquran yang terdiri dari 30 juz. Pusaran pertama yang terdiri dari 26 kuburan melambangkan bagian Mufassal (surat-surat) pendek, pusaran kedua melambangkan al-mi’un dan pusaran ketiga melambangkan sab’ul matsani. Oleh sebab itu, tidak diperbolehkan menambah kuburan. Lebih lanjut, ia mengatakan kalau pada pusaran pertama itu terdiri dari para pengikut/pengawal yang salah satu di antaranya perempuan, pusaran kedua diyakini sebagai makam asli Prabu Kian Santang (Eyang Brajasakti) dan istrinya Ratu Gondowoni, dan pusaran ketiga merupakan kuburan Prabu Siliwangi dan patihnya. Sebenarnya, jika kita mau melanjutkan perjalanan ke arah utara, kita akan menemukan sebuah kuburan yang terpisah, konon kabarnya kuburan tersebut merupakan kuburan seorang berbangsa Arab (Syeh Abdal Jabar).

Lebih jauh, menurut Abdul Rasyid, sebenarnya situs Gunung Nagara terdiri atas beberapa peninggalan dalam bentuk barang. Namun sayang, naskah aslinya terbakar manakala gorombolan (DI/TII) menyerang Kampung Depok, sedangkan beberapa naskah lainnya yang tersisa dan barang-barang peninggalan sudah menjadi milik orang Tasik. Barang-barang yang masih ada, terpencar diperseorangan. Bagi para peziarah yang terbiasa melakukan semedi, disyaratkan baginya untuk melakukan ritual mandi di Sumur Tujuh. Sumur tersebut berada sekira setengah kilometer ke arah lembah. Sumur itu berada tepat didekat sungai kecil. Sebenarnya, sumur itu merupakan kubangan-kubangan kecil akibat dari resapan air.

Tradisi Di Garut Selatan




Kebudayaan-kebudayaan yang selalu dibicarakan di daerah Garut Selatan salah satunya yaitu hajat laut. Lebih baik kita membaca terlebih dahulu informasi berikut agar pengetahuan kita bisa bertambah luas lagi mengenai daerah Garut Selatan. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca.

Hajat Laut

Pantai Rancabuaya merupakan Wisata Pantai Garut Selatan yang elok dan indah, Rancabuaya nama sebuah pantai wisata yang terletak di Desa Purbayani, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut. Lokasinya berada di pesisir selatan Garut, terletak di antara kecamatan cidaun-cianjur dan kecamatan caringin-Santolo di Pameumpeuk. Di pantai ini sering membuat hajatan laut setiap tahunnya, dalam rangka pesta laut (hajat para nelayan) sebagai tradisi ritual persembahan atas nikmat. Ribuan masyarakat dan nelayan di pesisir pantai Rancabuaya Garut selatan memenuhi pantai guna menyaksikan prosesi pesta laut yang di gelar setiap tahun. Prosesi pesta laut menyerahkan berbagai sesajen di maksudkan agar pendapatan nelayan khususnya dalam menangkap ikan berlimpah.
Pesta laut Rancabuaya biasanya dilaksanakan pada setiap akhir tahun, puluhan ribu pengunjung itu berdatangan dari sekurangnya delapan wilayah kecamatan lainnya sepanjang 83 kilometer pesisir pantai, juga wisatawan domestic dari Garut, Bandung, Bekasi, dan Jakarta. Salah satu diantara banyak fasilitas villa yang tersedia, tidak perlu bingung mau menginap dimana, di kawasan pantai Rancabuaya ini terdapat banyak fasilitas penginapan, dari yang sederhana sampai bangunan baru yang kualitas nya lebih baik. Banyak tersedia juga tempat duduk santai dan gazebo untuk menikmati kawasan pantai yang indah. Selain itu pantai Rancabuaya memiliki potensi yang luar biasa untuk dijadikan tujuan wisata, namun pantai Rancabuaya memang kurang di promosi sehingga kurang begitu terkenal. Tempat wisata pantai Rancabuaya terletak di daerah Garut Selatan. Pantai ini memiliki batu-batu karang besar dan langsung berbatasan dengan Samudra Hindia, sehingga memiliki ombak yang sangat besar.

Kamis, 24 November 2016

Kebudayaan Garut Selatan


Indonesia adalah Negeri yang kaya akan kebudayaannya. Terdapat banyak sekali kebudayaan- kebudayaan yang ada di Indonesia, salah satunya di wilayah Garut Selatan. Berikut adalah salah satu kebudayaan yang terdapat di Garut Selatan. Selamat membaca dan semoga bermanfaat
 
  Kampung Dukuh


Kampung Dukuh merupakan salah satu perkampungan tradisional (kampung adat) yang masih menganut kepercayaan nenek moyang, masyarakat masih mematuhi Kasuaran Karuhun ( Tabu/Nasihat Leluhur). Kampung ini berada di Desa Ciroyom, Kec. Cikelet, Garut, Jawa Barat. Kehidupan yang ada dikampung ini sangatlah sederhana baik dalam segi bangunan rumah adat, pakaian, sampai bahasa dan prilaku tingkah pola masyarakatnya. Jika anda akan berkunjung ke kampung ini kita perlu mengetahui pantangan-pantangan yang ada di kampung dukuh, seperti antara laki-laki dan perempuan tidak boleh terlalu dekat, tidak boleh bicara ketika sedang makan, tidak boleh menyelonjorkan kaki kea rah utara, harus memakai baju polos (tidak boleh bercorak atau bergambar) ketika berziarah, dan tidak boleh menggunakan peralatan elektronik.

Keunikannya adalah keseragaman struktur dan bentuk arsitektur bangunan pemukiman msyarakat. Terdiri beberapa puluh rumah yang tersusun pada kemiringan tanah yang bertingkat. Setiap tingkatan terdapat sederetan rumah yang membujur dari Barat ke Timur. Upacara Moros salah satu manisfestasi masyarakat Kampung Dukuh yaitu memberikan hasil pertanian kepada pemerintah menjelang Idul Fitri dan Idul Adha. Ciri khas lainnya tidak terpengaruh/tergoyahkan oleh kemajuan zaman, seolah-olah tidak mengenal perkembangan ilmu dan teknologi.

Kampung Dukuh merupakan area pedesaan dengan pola budaya religi yang kuat. Masyarakat Kampung Dukuh mempunyai cara pandang hidup yang berlandas pada sufisme dengan berpedoman pada Mazhab Imam Syafii. Landasan budaya tersebut berpengaruh pada bentukan fisik pedesaan tersebut dan adat istiadat masyarakat Kampung Dukuh. Kampung Dukuh sangat menjunjung keharmonisan dan keselarasan hidup bermasyarakat.. Idealisme itu berpengaruh kepada bentukan bangunan di Kampung Dukuh yang tidak membolehkan penggunaan dinding dari tembok dan atap dari genteng serta jendela dari kaca. Hal ini dilandasi alas an bahwa hal yang bersifat kemewahan akan mengakibatkan suatu sistem masyarakat menjadi tidak harmonis. Di Kampung Dukuh juga tidak diperkenankan adanya prasarana listrik dan pemasangan televisi serta radio yang dipercaya selain mendatangkan manfaat yang banyak juga mendatangkan kemudaratan yang tinggi juga. Alat makan yang digunakan juga terbuat dari pepohonan seperti khalayaknya bangunan, seperti bambu batok kelapa dan kayu lainnya. Material tersebut dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan karena bahan tersebut tidak mudah hancur/ pecah dan dapat menyerap kotoran.

Luas keseluruhan Kampung Dukuh seluas 10 hektar yang tediri dari 7 hektar bagian dari Kampung Dukuh Luar, 1 hektar bagian dari Kampung Dukuh Dalam dan sisanya merupakan lahan kosong atau lahan produksi. Di dalam Kampung Dukuh juga terdapat area yang disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan tempat dimana Makam Syekh Abdul Jalil. Di dalam kawasan Kampung Dukuh terdapat 42 rumah dan bangunan Mesjid. Dengan 40 Kepala keluarga serta jumlah penduduk 172 orang untuk Kampung Dukuh Dalam dan 70 kepala keluarga untuk Kampung Dukuh Luar. Mata pencaharian utama adalah bertani, beternak ayam, bebek, kambing, domba, kerbau, memelihara ikan dan usaha penggilingan padi.

Pola budaya juga berpengaruh pada aspek non fisik seperti ritual budaya, antara lain :
- Ngahaturan tuang merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Dukuh atau pengunjung yang berasal dari luar apabila memiliki keinginan-keinginan tertentu seperti kelancaran dalam usaha, perkawinan, jodoh, dengan memberikan bahan makanan seperti garam, kelapa, telur ayam, kambing atau lainnya sesuai kemampuan.
- Nyanggakeun merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasil pertanian kepada kuncen untuk diberkahi. Masyarakat tidak diperbolehkan memakan hasil panennya sebelum melakukan kegiatan Nyanggakeun.
- Tilu Waktos merupakan ritual yang dilakukan oleh kuncen yaitu dengan membawa makanan ke dalam Bumi Alit atau Bumi Lebet untuk tawasul. Kuncen membawa sebagian makanan ke Bumi Allit lalu berdoa. Biasa dilakukan pada hari raya 1 Syawal, 10 Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.
- Manuja adalah penyerahan bahan makanan dari hasil bumi kepada Kuncen untuk diberkati pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha untuk maksud perayaan.
- Moros merupakan kebiasaan untuk menyerahkan hasil-hasil bumi yang dimiliki kepada aparat pemerintah seperti lurah dan camat.
- Cebor Opat Puluh adalah mandi dengan empat puluh kali siraman dengan air dari pancuran dan dicampur dengan air khusus yang telah diberi doa-doa pada jamban umum.
- Jaroh merupakan siuatu bentuk aktivitas berziarah ke makam Syekh Abdul Jalil. Tetapi sebelumnya harus melakukan mandi cebor opat puluh dan mengambil air wudhu serta menanggalkan semua perhiasan serta menggunakan pakaian yang tidak bercorak.
- Shawalatan dilakukan pada hari Jumat di rumah kuncen. Shalawatan Karmilah sejumlah 4444 yang dihitung dengan menggunakan batu.
- Sebelasan dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan Islam dengan membaca Marekah.
- Terbang Gembrung merupakan kegiatan yang dilakukan pada tanggal 12 Maulud yang dilakukan para orang tua Kampung Dukuh.
- Terbang Sejak merupakan suatu pertunjukan pada saat perayaan seperti khitanan dan pernikahan. Pertunjukkan terbang sejak ini merupakan pertunjukan debus.

Hari-hari penting yang terdapat di Kampung Dukuh: 
- Hari Sabtu (Pelaksanaan Ziarah)
- Rebo Welasan (Hari terakhir pada bulan Sapar dimana semua sumber air yang digunakan oleh masyarakat diberi jimat sebagai penolak baladan, biasanya diwajibkan mandi)
- 14 Maulud (Pada hari ini dipercaya adalah hari yang paling baik untuk menguji dan mencari ilmu kepada para guru dengan melakukan cebor opat puluh).
30 Bewah (menyiapkan puasa di bulan Ramadhan.